Rabu, 11 April 2012

Hujan Malam Ini


siapa sangka hujan mendera lamun. rindu yang bertingkah mericik cemas di samping suami yang lelap; wajahmu berat. mungkin mau kami selalu lebat menghujam hutanhutanmu. tapi maafkan aku, hujannya makin deras. beribu butirannya pecah dalam tubuhku meluruh reranting mati yang biasa kusimpan di rahimku dan pada rambutku yang basah menjalur sungai mengaliri debu ke hilir kaki. hujan menghanyutkannya ke selokanselokan.

pembicaraan ini belum bisa kuputus. udara memagutku begitu nyaman dan bersetia menjagaku dari pancaroba yang nyeri. Tapi adakah kau serupa aku dalam dusta? sebab hujan juga mengguyur perempuan di jalan yang biasa kau lalui. tidakkah hendak menjeratmu dan memilih dusta saat itu? kurasa tidak. sebab kau terlalu bodoh untuk itu. kau terlalu mematri aku di denyutmu. dan aku tak perlu memilih sebentuk kepercayaan yang rumit. aku bebaskan kau ke mana pun. pulang kau padaku jua, suamiku.

siapa sangka hujan mengecupku malam ini yang datang dari gelap langit dan melintasi kaldera yang kubentuk dari semangatku. Begitu lama kutunggu bibir hujan di bibir risauku. bangku yang asing kami nikmati dalam gigil.

mari menari, bisik hujan. telingaku menghangat dan aku menari sebisanya mengikuti detak hujan di kakikakiku. tik tik tik…. Lembut menjadi gaib melepas cemas. tik tik tik…. Pukau melorong lentur di tingkah gamang. sehelai kelopakku luruh. tiktiktiktiktiktiktik…. hujan mendera merah bibirku menyusup sampai ke jantung menyirami biji rindu yang telah pecah sebab detak bukan kuasaku lagi. sehelai kelopakku luruh. tiktiktiktiktiktiktik…. lenggokku mengimbangi lenggok hujan memanasi udara yang hinggap di setiap lekuk tubuh lantas meniupniup pengetahuan yang lama tertimbun. sehelai kelopakku luruh. tiktiktiktiktiktiktik…. oh, desahku mengalir cepat di selasela gigi menjadi kabut putih di udara. aku melayang bersama hujan. Ricik purba menguyurguyur rindu. serupa kupukupu kakikaki kami hinggap di pucukpucuk bunga kertas yang masih setia pada tangkai. tiktiktiktiktiktiktik…. hujan menyusupiku ke rimbun bonsai yang rumit. sekecup lembut menyingkap kelapangan tubuh membenturbentur ringan di batangbatang. tiktiktiktiktiktiktik…. hujan merendah ke rumput basah dan kami berputarputar dalam lingkar kaldera sampai ke pagar batas kemengertianku. helaihelai kelopakku luruh.

oh, inilah angin. kau mengenalkanku akan angin. sstt…, hujan mendiamkanku lantas mengecupkan hurufhuruf yang hilang dari katakataku ke bibir yang semakin gersang. gairahku menarik hujan semakin rapat. detak pecah di kakiku membuncah.

kutelusuri jejak tarian kami tadi.

siapa sangka inang bersemayam dalam tubuhku dan hujan mengiringi setiap gerak. putaranku makin cepat ke puncak lantas pelan di lentik jemari lantas diam lantas meloncat ke bunga kertas lantas menusup ke rimbun bonsai yang rumit lantas berembus merendah ke rumput basah lantas berputar lebih cepat sampai ke pagar batas kemengertianku lantas hujan mengguyur buas tak ada ciuman putaranku makin cepat membuncah gairah kupeluk hujan aku dalam hujan di manamana tak mampu terjepit di selangkangku putar makin kencang makin buas oh suamiku bangunlah dan bunuhlah hujanku putaranku makin cepat ke pucukpucuk bunga kertas merendah ke rumput basah membentur pagar  bonsai yang rumit batas kemengertianku membentur bunga kertas merontok daun jatuh ke rumput basah oh suamiku bangunlah dan bunuh hujanku!

bangunlah, suamiku! bunuhlah hujan untukku! aku ingin berhenti dari percakapan ini karena tamanku telah porakporanda….

Padang 06 2011

Tidak ada komentar :

Posting Komentar