Rabu, 08 Juni 2011

Diri yang Lain (Revolusi)

Kalau terlalu sulit untuk mengerti Alkitab, berbuatlah dengan bahasa manusia; lapar kalau tak makan. Sakit jika ditikam. Menderita jika dijajah. Dicintai jika mencintai. Disenangi jika menyenangi. Allah pun hanya menerima manusia-manusia yang telah selesai urusannya dengan manusia.

Telah berapa banyak kita melihat ke-tidak-ter- aturan! Mungkin terlalu sering. Karena kita telah jauh dari akar tunggang. Tapi begitulah hukum alam raya ini. Hukum dualitas sangat berlaku di sini; baik-buruk, benar-salah, atas-bawah, depan-belakang, benar-salah, hidup-mati. Begitulah hukumnya. Kalau mau melihat sesuatu yang benar-benar teratur, tempatnya bukan di sini. Tapi di surga! Itu kata kitab; orang yang dicintai akan hidup dalam kesenangan yang teratur dan orang yang dilaknati akan hidup juga dalam penderitaan yang teratur.

Lantas apa yang harus kita perbuat dengan keadaan yang tidak teratur ini, Sanak? Apa kita harus turun ke jalan sambil mengacungkan panji-panji protes? Atau mencari kawan bicara dan melampiaskan semua kekecewaan yang dipendam? Atau mengutuk dalam kamar dan mengunci semua pintu dan jendela? Untuk melampiaskan kekecewaan ternyata punya aturan juga (apalagi di negara berlandaskan hukum. Dan norma-norma)…. Atau cuek bebek saja! Mau menyimpang, mau melanggar, mau maling, terserah. Yang penting privasi kita tak terganggu.
Tapi tidak se–simple ini ternyata. Sebab manusia: mahlup pengiklan (secara langsung atau tak langsung) dan sifatnya: terpengaruh ( ia meyakini dan membenarkan). Parahnya: individunya  tenggelam dalam laut panatik. Salah-benar, masa bodoh. Karena itulah kebenaran yang kuterima dengan bodoh. Parah! Parah, kawan! Parah kalau lingkungan terpengaruh iklan yang bodoh. Parahnya: hanya kita sendiri yang tidak terpengaruh. Itu yang paling parah kawan…. Mau dibawa kemana badan diri ini lagi?

bagaimana berkata jujur
sedang lingkungan lebih suka pada dusta
bahkan
sampai percaya
bagaimana takkan tertawa
sedang diri telah dibuka sampai telanjang
malah itu pikiran
masih tak percaya
mawar masih naungan duri
bangkitkan gairah menumbuh cinta
manusia sempurna dalam kata
bangkitkan konspirasi dan dialog waspada
malang, sanak!
dulu nafsu dari wahyu
parah, awak!
dulu syahwat dari ayat

Sepanjang akal yang ada, sebeberapa ilmu yang tersimpan – grafitasi ini harus diatur lagi. Agar semuanya berjalan sebagaimana mestinya.

Saya punya diri yang lain. Dan sanak juga punya diri yang lain juga. Mungkin yang tampil sekarang adalah diri yang pengecut. Karena pikiran kita terlalu memilah-milih untung dan ruginya.  Kalau untung – terus disambung. Kalau rugi – cukup sampai disini. Itu konsekwensinya. Karena kepengecutan kita tak mampu juga memilih salah satu di antaranya. Ooii… malang! Rasa terlalu mendramatisirkan keadaan. Apa yang mesti kita perbuat! Tak ada. Hanya menggantung sebuah keputusan. Menyia-nyiakan hari.  Membuang-buang waktu. Jiwa-jiwa kita terlalu pengecut untuk jujur. Dan mari nikmati saja keadaan ini sambil bersembunyi di sunyi dengan sedikit kata kutukan untuk diri sendiri dan ligkungan.

Tapi bagaimana kalau kita tampil dengan diri yang lain, Sanak. Jiwa pemberontak! Karena mau jujur. Sanak punya rasa. Sanak yang lain punya rasa. Dan saya juga punya rasa. Dan ada berapa banyak manusia yang punya rasa yang selalu mengekspos kejujurannya. Lantas apa yang terjadi? Sebuah iklan besar tentang kejujuran, Sanak!. Semakin besar  dan semakin banyak jam tayanganya, semakin besar pengaruhnya, Sanak. Dan pada akhirnya apel Albert Einten jatuhnya akan ke bawah.

Pekanbaru, 2008

Selasa, 07 Juni 2011

KISAH BABI*

MATAHARI mengelinding muram memanjat langit. Dari atas singasana siang, ia hendak menceritakan kiamat. Kiamat bagi binatang haram; takdir yang menyerak-lantakan nasib di tanah basah dengan tubuh yang diruyak-ruyak dan diseret sekehendak hati yang beringas. Dibakar, dihanguskan, dan abu tubuhnya akan dibawa angin ke sawang awang. Dan tanah, berebut ceceran darah dengan api. Dan—dan beginilah kisah rahasia langit itu diceritakannya:

Pagi telah membaca tanda saat kemunculanku di langit timur. Bukit-bukit memutih ditutupi arak lamban gemawan. Gerimis yang rapat berkabar kepada embun di daun- daun. Udara yang dingin menyebar pilu ke jantung lembah. Dan murai! murai pun tak melengkingkan lagu pagi. Hanya dendang ratok bersipongang panjang di awal kemasku. Kiranya semua telah membaca. Membaca tanda kiamat bagi binatang haram.

NAMAKU VAGINA

Titipan! Anda tahu bagaimana titipan itu bekerja? Baik kuceritakan saja titipan itu bekerja di tempatku. Tapi jangan Tanya dimana asalku. Jangan Tanya keturunanku. Cukup kau tahu bahwa aku Islam, berkelamin perempuan, berumur sepanjang masa.

Kau tahu apa artinya berkelamin perempuan di tempat asalku? O…ini adalah berkah. Rejeki. Setiap pasangan suami istri yang dianugerahi bayi berkelamin perempuan akan menghembuskan nafas bebas. Beberapa tahun lagi semua persoalan akan terbalas. Puasa sepanjang musim-musing yang mengerikan akan segera berakhir. Khayalan akan Kepulan-kepulan asap yang leluasa melewati lubang-lubang atap dan menjadi awan sejenak di hati kami. Kau tahu apa arti semua ini? Ini adalah barter!

Kau tahu apa artinya barter pada diri kami yang primitif? Hah, ini tak lebih dari sekedar mengisi ruang kosong lambung kami.  Mengganti atap-atap dimana hujan juga leluasa merontoki hati kami. Dengan rasa tawar, kami berikan kelamin-kelamin perempuan kami. Kami berikan Kelamin bocah perempuan kami yang lusuh yang diangkut  ke negeri entah. Kami berikan kelamin dara perempuan kami yang kurus yang di bawa ke kota entah. Kami berikan kelamin jejanda kami  yang rongsok yang dibarter di bawah tangan siri. Kau tahu apa arti semua in? ini adalah kubu!

AKU AKHWAT

Ya, begitulah mereka menamaiku. Keseluruhan tubuhku memang dibalut hijab yang akan meredam syahwat dari mata syaitan. Aku tunduk pada syariat, menghamba pada Allah. Ku buhul mati aturan-aturan Rosul biar bisa bercinta dengan Allah. Bila puncak rindu-rindu sampai juga  pada Zat Yang Maha Agung itu, sungguh tiada sanggup kalbu menampung aliran kasih Kekasih. Luluh segala air yang membentuk zahir dan batin. Sungguh candu dari segala candu gejolak asmara ini. Tapi malang… sebahagian dari saudara-saudariku menganggap aku seorang exskusif. Sesuatu yang berlain. Se-suatu sikap dan tampilan yang menjarakkan sosial kita. Duh…! Allah tidak melihat bentuk dan tubuh kalian, tetapi senantiasa melihat apa yang ada di dalam dada kalian*. Sekalipun adab dibalut patut, namun ada juga wajah hati berubah bentuk. Duh….