―Jika begini jadinya, aku memilih mengangkang selangkang dan menikmati sebilah pisau yang akan membelah tubuhku menjadi seberapa yang diinginkannya. Di balik pintu itu, wajah tingkah tak jua berubah yang kurasa itu iming Agamemnon untukku; seorang pahlawan dan altar tumbal. Angin dan kemenangan.
Oh mulut-mulut mungilku, bening terbata mengeja ayat-ayat. Maafkan aku yang abai di geliat hari kalian?
―Tapi tenanglah, ibu akan bertempurung dan meramu rempah di lidah kalian biar jadi nyiru tak disalak anjing hau’ab setelah menjauh tekong. Dan ibu akan bertutur ular yang sangat rupawan di balik pintu itu yang suaranya membulan penuh dayu surga; selalu singgah di laju tuju, menyebabkan kita lebih menyenangi kesalahan yang biasa dari pada sebentuk keberanian yang kecil.
Kemarilah tubuh-tubuh mungilku, mari, menggantunglah di kerumit batang tubuhku. Dari aroma mulut kalian ibu ingin bermain hujan lagi.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar